Kamis, 19 Mei 2016

Menang



Pelatih mendengar selentingan, salah satu pemain andalan sedang bersiap-siap untuk mundur. Ia gelisah seketika, karena anak muda itu benar-benar dianggapnya berbakat, cerdas dan disukai oleh rekan-rekannya. Sungguh sayang seribu sayang kalau bibit unggul seperti itu terlepas, apalagi mental kepelukan klub lain.

" Saya sarankan agar ia cepat-cepat diberi bonus, liburan dan uang sakunya di naikkan " bisik asistennya. " Kalau tidak, ia pasti lari. Ia bilang, ia sudah menghadap manajer kita untuk diizinkan mudur, untung manajer tidak memperbolehkan. Ia ingin hidup layak dan menyalurkan potensinya, Kita harus cepat bertindak ".

Pelatih itu tersinggung. Ia merasa dirinya tak di anggap. Ia tiba-tiba merasa di khianati. " Walaupun di beri fasilitas istimewa, kalau dasarnya tidak setia, ia akan ngacir juga " jawabnya. " Lagipula memberikan keistimewaan kepada dia, meskipun memang layak untuk bakatnya, itu merupakan prosedur, tidak hanya tidak mendidik, tetapi bisa menimbulkan perasaan iri dari anggota yang lain ".

" Jadi bagaimana ?" tanya asistennya mendesak. "Aku tidak tahu, aku ingin tahu apa sebenarnya yang di inginkan. Harus jelas. Dia ingin keluar karena tidak puas disini atau karena dia ingin masuk klub lain sehingga harus keluar dari sini. Mungkin sekali dia punya persoalan khusus yang menyebabkan dia ingin keluar. Tapi bisa juga ini semacam pemerasan agar kita memberikan perlakuan istimewa. Pokoknya saya harus tahu. Yang jelas saya marah !".

Pelatih itu kemudian pasang omong empat mata dengan pemain yang bersangkutan. " Kita sedang menghadapi pertandingan besar. Pertandingan sekarang ini tidak lagi hanya merupakan pesta olah raga keharusan. Tapi pertaruhan gengsi daerah kita. Kita harus menang, mengalahkan daerah lain, apalagi kalau bisa menjadi juara. Untuk itu kita rela korbankan dana dan tenaga. Sekarang kita mengejar prestasi. Kamu salah satu harapan kami untuk bisa menjaga panji-panji kita. Apakah kamu benar punya persoalan ?"

Anak muda itu menggeleng.

" Tapi saya dengar dari asisten pelatih kamu katanya mau mundur "

Anak muda itu menggeleng.

" Tidak ada yang mau keluar "

" Tapi kamu sudah bicara dengan manajer. Tidak mungkin ada pertemuan itu kalau kamu memang tidak punya niat "

" Tidak. Saya tidak jadi keluar "

" Mengapa ?"

"Dulu memang. Seminggu yang lalu juga. Bahkan dua hari yang lalu masih terpikir. Tapi setelah memikirkan masak-masak, memperhitungkan akibat-akibatnya, saya memutuskan untuk tetap memperkuat klub ini ".

" Betul ?"

" Saya kira ya "

" Kamu sungguh-sungguh ?"

" Saya pikir keluar itu baik buat karir saya, karena saya gampang saja mencari klub lain yang lebih baik, sehingga saya mampu menampilkan bakat saya dengan maksimal, menjadi pemain kaliber dunia. Tapi itu baru mungkin. Disamping itu akibat-akibat moralnya besar. Saya akan dituduh berkhianat, tidak setia, tidak punya dedikasi, hanya mencari untung dan egois. Saya putuskan tetap saja di klub ini ".

" Betul ?'

" Ya "

" Sekali lagi saya tanya untuk yang terakhir. Betul ? Bisa saya pegang kata-kata kamu ?"

" Bisa "

" Bahwa kamu tidak akan membelot ?"

" Kira-kira begitulah "

Pelatih itu menarik nafas panjang.

" Oke " Katanya kemudian. " Kemasi barang-barang kamu sekarang dan cepat tinggalkan klub ini "

Pemain muda itu mengangkat pundaknya. Pelatih berjalan ketengah-tengah kesebelasan. " Anak-anak " Katanya dengan tenang.

" Sekarang kita tidak punya alasan lagi untuk kebobolan dan kalah seperti waktu-waktu yang lalu . kamu akan menang.









Selasa, 17 Mei 2016

Harry Potter



Hay sobat ... Pasti kalian ga asing lagi sama tokoh-tokoh yang ada di gambar di atas. Yaps mereka para pemeran di film Harry Potter. Tapi kali ini artikelnya tidak membahas tentang film yang di bintangi oleh Emma Watson tersebut. tapi saya akan membagikan Novel terhebat karya Ibu JK. ROWLING yang mana karena ide-ide dan pemikirannya terciptalah karakter-karakter di dunia Harry Potter tersebut.

Yuk ah langsung aja baca & download Novel Harry Potter nya di bawah

Senin, 16 Mei 2016

Ali Topan Anak Jalanan



Hay sobat ... 
Kali ini kita akan bernostalgia dengan novel era 70 an karya TEGUH ESHA pastinya kalian udah ga asing lagi dong dengan ALI TOPAN ANAK JALANAN hehe

Yaps , saya akan share novel tersebut pada artikel saya kali ini , novel yang fenomenal dan sudah dijadikan versi film besutan Ishaq Iskandar ini mampu menghadirkan nuansa cerita di dalam novel tersebut.

Yuk ah kita langsung aja baca dan download novelnya hehe


ALI TOPAN ANAK JALANAN


Sekian dulu artikel dari saya kali ini, tunggu updatean selanjutnya yah

Balada Si Roy





Hay Sobat ...
Buat kalian yang suka banget novel karya maestro terkenal GOLA GONG , ada kabar bagus nih, di sini saya ingin share novel fenomenal karya Golagong tersebut, pasti udah tau kan novel apa yang saya pengen share hehe

BALADA SI ROY , yaps bener .. novel yang melegenda di masanya akan saya share ulang di sini , buat nostalgia dan nambah wawasan kalian aja hehe



Siapa




" Kamu siapa sih, rasanya kok kita sudah kenal?"

Orang itu tersenyum.

" Ya. Rasanya pernah ketemu. Tapi dimana ya? Pernah kok. Ya jelas sekali pernah. Di sebuah pesta barangkali. Pesta ulang tahun. Pesta ulang tahun di rumahnya Nanha ya?"

Orang itu menggeleng.

" Kenal Nanha?"

" Tidak ".

" Oh kalau begitu bukan, kenal Lina?"

" Lina yang mana?"

" Itu Lina yang baru datang dari London. Dia sekolah di situ tapi baru setahun sudah kapok. Katanya nggak doyan makan keju. Habis di situ katanya jarang ada nasi. "

" Nggak "

" Siapa ya?"

Wanita itu berpikir-pikir. Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan marlboro. Menghunus dengan sigap sekali sebatang. Kemudian bingung mencari geretan. Lelaki di depannya kemudian merogoh saku, mengeluarkan korek dan menawarkan api. Rokok di sulut.

" Merokok?" kata wanita itu sambil menawarkan.

" Saya tidak merokok "

" Tidak? Kok membawa geretan "

" Saya selalu bawa geretan karena sering ketemu dengan orang yang merokok tapi lupa membawa geretan "

Wanita itu tertawa meledek.

" Anda ini lucu sekali. Dimana ya saya pernah ketemu orang yang kocak seperti anda. Dia juga selalu membawa geretan dan tahu nggak pada suatu ketika dia lupa membawa geretan. Lalu teman-temannya kecewa, lalu teman-temannya yang suka merokok itu mengumpulkan uang dan memberinya hadiah pada saat dia berulang tahun sebuah gereten".

Wanita itu ketawa lagi.

" Lalu geretan itu diberikan kepadanya dengan ucapan - jangan sampai lupa terus di bawa untuk menjaga kontinyuitas rokok kawan-kawanmu - lucu nggak. Herannya dia senang lagi menerima geretan itu ".

Lelaki itu tertawa.

" Lucu kan !"

Lelaki itu mengangguk.

" Tapi dimana ya saya kenal anda. Persis, persis seperti anda. Cara anda bicara, potongan tubuh, cara mengucapkan kata-kata dan bahkan cara anda mengangguk. Anda tak punya saudara kembar kan ?"

" Punya ".

Wanita itu terkejut.

" Gila ! Punya saudara kembar ?"

Lelaki itu tersenyum, mengangguk dengan sopan, lalu mengulurkan api lagi karena rokok tak berasap lagi.

" Jangan-jangan saya pernah ketemu saudara kembar anda. Dimana dia sekarang?  Seorang Angkatan Udara ya ?"

Lelaki itu menggeleng.

" Bukan? kalau begitu oya, ya tahu sekarang. Saya ingat, saya pernah ke singapur di ajak oleh seorang kawan. Di situ kami kehabisan uang, padahal kami sedang getol-getolnya shopping. Masa kembali ke hotel hanya untuk ambil uang. Waktu itu kami kebetulan ketemu dengan seorang lelaki Indonesia. Omong-omong kebetulan dia satu hotel dengan kami dan kebetulan juga kami sama-sama temannya Nina. Ini semua kebetulan tapi betul-betul terjadi. Karena dia sahabatnya Nina, saya lalu memberanikan diri untuk pinjam uangnya dan mengembalikannya nanti di hotel. Anehnya dia mau , dia memberikan kita Dua Ratus Dollar Amerika. Padahal kita hanya perlu Dua Puluh Lima. Ya dari pada nanti kurang lagi kita bawa saja. Lalu tahu nggak, sampai di hotel ternyata orang itu sudah berangkat dan meninggalkan kartu. Saya masih menyimpan kartunya."

Wanita itu sibuk kembali membongkar tasnya.

" Dimana ya. Tapi pokoknya dia bilang bahwa kita akan ketemu di Indonesia. sama sekali tidak menyebut-nyebut soal uang. Ya kami jadi tidak enak. Jangan-jangan itu saudara kembar anda ya. Ya? Namanya, namanya siapa ya ?"

Wanita itu sibuk lagi mencari di tasnya. Lalu tiba-tiba lelaki itu tersenyum lagi.

" Anda kok tersenyum-senyum saja ?"

" Habis saya tidak punya saudara kembar kok "

" Loh tadi bilangnya punya "

" Kan main-main "

" Ah gila ! Bisa aja !"

Keduanya kemudian tertawa.

" Tapi betul kok orang itu memang misterius. Gila . Tapi kembali yang tadi, saya jadi penasaran. Di mana ya. Saya pasti pernah ketemu anda. Saya tidak salah lagi. Tunggu. Di semarang dalam Festival Film Indonesia !"

Orang itu menggeleng.

" Dimana ya. Pernah nggak kita ketemu ?"

Lelaki itu mengangguk.

" Main-main lagi nih "

" Betul kok "

" Dimana ya ?"

" Coba ingat-ingat dulu "

" Nggak ah, capek ingat-ingat. Dimana sih ?"

Wanita itu membuang puntung rokoknya. Lalu menyalakan sebatang Marlboro yang lain. Lelaki itu dengan siaga memberikan api.

" Dimana saya ketemu anda ?"

" Tebak saja "

" Capek nebak. Di mana ?"

Wanita itu mengisap rokoknya dalam-dalam, lalu menyemburkan asap lewat hidung dan sudut mulutnya.

" Dimana ?"

Mereka Bertatapan.

" Dimana ?"

" Betul tidak ingat ?"

" Tidak "

Lelaki itu menarik nafas panjang.

" Dimana ?"

" Di gereja "

" Di gereja ?"

" Ya "

"Dalam kesempatan apa ?"

" Perkawinan "

Wanita itu bengong. Lalu menatap tajam.

" Anda ini siapa sih ?"

" Suamimu ".








Putu Wijaya

Sabtu, 14 Mei 2016

Gol



Hampir semua orang sempat khawatir PSSI dimakan korea, mengingat prestasi kesebelasan lawan itu begitu tangguh. Tapi akhir seri bisa saja terjadi, bahkan kemenangan bukan mustahil, mengingat bola tetap bundar. Banyak hal yang tak bisa ditebak, segala sesuatu di luar perhitungan bisa menciptakan peristiwa yang benar-benar bisa menjadi berita," kata seorang lelaki dijalanan.

" Aku Yan, pecinta buta sepak bola, berpuasa tiga hari untuk kemenangan Indonesia. Setidak-tidaknya untuk angka seri. Bagiku ini penting sekali. Pamor Indonesia telah luntur sejak gigi King dan kawan-kawannya di copoti oleh pemain-pemain bulu tangkis yang pantang menyerah dari sungai Huang Ho. Di lapangan hijau Indonesia telah menjadi kambing congek dan tak pernah lagi bisa memaksakan mata dunia memperhitungkan kita seperti ketika saelan dan kawan-kawannya menahan beruang putih Australia. Ini tragedi nasional, kita sebagai generasi penerus harus menyelamatkan muka kita !"

Yan mengambil batu dan melemparkannya ke kantor polisi. Langsung ia di grebek dan dijebloskan ke dalam sel. namun mulutnya terus mengoceh.




" Orang waras selalu tidak bisa bebas. Orang-orang gila malah dibiarkan berkeliaran. Masa bicara tentang sepak bola sebagai ukuran mental bangsa kita yang selalu kendur, harus di sensor. Aku tidak bicara untuk kepentinganku sendiri tetapi aku bicara untuk sejarah. Alangkah malunya kita nanti di tahun 2050 kalau dari hampir dua ratus juta nyawa ini tidak bisa di pilih 11 orang yang bisa menendang bola, ini memalukan. bagaimana bisa bikin mobil, bikin pabrik, bikin masa depan gemah ripah loh jinawi kalau menendang bola saja tidak mampu, ini bencana nasional !"

Yan berteriak-teriak dan memukul-mukul seperti orang kesetanan. Sipir tua yang mencoba menenangkannya di tendangnya sampai terjungkal. Selanjutnya ia menyepak-nyepak dinding sambil tak henti-hentinya bicara.

Main bola tidak bisa sendirian. Itu sepak bola kampung. Main bola harus pakai otak, jangan jadi pemain bola kalau tidak mampu kejar bola. Rebut bola cetak gol sebanyak-banyaknya, jangan mau di kibulin tukang-tukang suap. kamu sedang berjuang, bukan menendang bola, kamu pertaruhkan kehormatan bangsa. Kamu tidak boleh kalah, kecuali mati !"

Yan menyepak-nyepak dinding sampai kakinya berdarah. Dan ketika ia hendak menumbuk-numbukkan kepalanya seperti sedang menyundul bola ke gawang, ia di berangus kembali dan di beri obat penenang. Lelaki itu langsung terkapar. Masuk dalam-dalam ke alam tak sadarnya. Hanya dia yang tahu seberapa jauh lagi ia melanjutkan membuka mulutnya berkoar-koar tentang bola. Menilik tubuhnya yang gelisah, tak ayal lagi dia sibuk main bola dalam istirahatnya yang terpaksa itu.

ketika Yan sadar kembali, atas perintah dokter, sipir telah meletakkan sebuah bola di sampingnya. Yan otomatis hendak membuka mulutnya, tetapi ketika melihat bola itu, ia langsung membungkam. Dipandanginya bola itu dengan mata yang tak berkedip. Ia berdiri dalam posisi memandang bola selama berjam-jam tanpa rasa lelah. Sipir tua itu memperhatikannya dengan rasa takjub, Marah dan senewen.

" Tendang bola itu sekarang kampret ! masukkan kedalam gawang dan bikin gol, jangan cuma koar-koar, kalau belum puas, makan sekalian, biar mampus sekalian. Kamu cuma bisa ngomong, memang semua orang juga sakti di mulutnya sendiri. Ayo tendang !"

Yan sama sekali tak bergerak, bahkan menoleh pun tidak. Ia memandangi bola itu terus, bagaikan seorang pemain catur sedang memperhatikan bidak-bidak caturnya. Bola itu sekan-akan menjadi sebuah misteri besar yang membuatnya tak habis pikir.

Sipir tua itu semakin kesal, sambil mengurut-ngurut perutnya yang kena tendang, ia berteriak

" Ayo sepak cepat kampret!" 

Sambil berteriak ia melemparkan sepotong kerikil mengenai Yan, karena sarafnya tak kuat melihat lelaki itu terus saja berdiri memandangi bola.

Yan tetap tenang. Memandangi terus bola yang dirasanya makin misterius itu. Ia menggumam lirih, tapi cukup di dengar oleh sipir.

" Wong edan. Orang gila kok disuruh main bola." 

Sipir tua itu jadi senewen. Ia marah. lalu menendang jeruji sel sambil memaki-maki.

" Ayo tendang kampret !! masukkan ! bikin gol ! bikin gol !" sampai sipir yang lain muncul memegangi sipir tua itu, karena ia sudah kalap, hendak masuk untuk menendang bola ( atau Yan?).









Putu Wijaya

Jumat, 13 Mei 2016

Demokrasi



Saya mencintai demokrasi. Tapi karena saya rakyat, saya tidak kelihatan sebagai pejuang apalagi pahlawan. Nama saya tak pernah masuk koran. Potret saya tak jadi tontonan orang. Saya hanya berjuang di lingkungan RT gang Gugus Depan.

Di RT yang saya pimpin itu, seluruh warga pro demokrasi. Mereka mendukung tanpa syarat pelaksanaan demokrasi. Dengan beringas mereka akan berkoar kalau ada yang anti pada demokrasi. dengan gampang saya bisa mengerahkan mereka untuk maju demi mempertahankan demokrasi. Semua kompak kalau sudah membela demokrasi. Hanya salahnya sedikit, tak seorang pun yang benar-benar mengerti apa arti demokrasi.

" Pokoknya bagus. Sesuatu yang layak diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Sesuatu yang memerlukan pengorbanan besar. Sesuatu yang menunjang suksesnya pembangunan menuju ke masyarakat yang adil dan makmur. " kata mereka.

Saya kira itu sudah cukup. Saya sendiri tak mampu menerangkan apa arti demokrasi. Saya tidak terlatih untuk menjadi juru penerang. Saya khawatir kalau batasan-batasan saya tentang demokrasi akan di salah gunakan. Apalagi kalau sampai terjadi perbedaan tafsir yang dapat menjadikannya kemudian bertolak belakang, atau mungkin karena saya tidak benar-benar tahu apa arti demokrasi.



Pada suatu kali, RT kami yang membentang sepanjang gang Gugus Depan dapat kunjungan petugas yang mengaku datang dari kelurahan. Pasalnya akan di adakan pelebaran jalan. Sehingga setiap rumah akan di cabik dua meter. Petugas itu menghimbau, agar kami seperti juga warga yang lain, merelakan kehilangan itu demi kepentingan bersama.

Warga kami tercengang. Kok enak saja ngambil dua meter demi pembangunan. Pembangunan siapa ? Bagaimana kalau rumah kami hanya enam meter kali empat, kalau diambil dua meter kali enam rumah hanya akan cukup untuk gang. Kontan kami tolak, bagaimana bisa hidup dalam gang dengan rata-rata 5 orang anak?

" Tapi ini sudah merupakan keputusan bersama, " kata petugas tersebut.

Kami semakin tercengang saja. Bagaimana mungkin membuat keputusan bersama tentang rumah kami, tanpa rembukan dengan kami. Seperti raja Firáun saja.

" Soalnya masyarakat di sebelah sana," lanjut petugas itu sambil menunjuk ke kampung sebelah, " Mereka semuanya adalah karyawan yang aktif di pabrik tekstil, semua memerlukan jalan tembus yang bisa di lalui kendaraan, dengan di fungsikannya gang Gugus Depan ini menjadi jalan yang bisa di lalui kendaraan bermotor maka mobilitas warga yang hendak masuk ke pekerjaan atau pulang akan lebih cepat, angkot dan bajaj akan bisa masuk dan itu merupakan sumbangan pada pembangunan, dan pembangunan itu akan di nikmati juga oleh kampung sebelahnya karena sudah di perhitungkan masak-masak. "

" Diperhitungkan masak-masak bagaimana? kami tidak pernah ditanya apa-apa? tanah ini milik kami!" bantah saya.

Tak lama kemudian, sejumlah warga dari kiri dan kanan kami datang. Mereka menghimbau agar kami mengerti persoalan mereka. Mereka mengatakan dengan sedikit pengorbanan itu, ratusan kepala keluarga dari kiri kanan kami akan tertolong. Mereka menggambarkannya sebagai perbuatan yang mulia. Setelah menghimbau mereka mengingatkan sekali lagi, betapa pentingnya pelebaran jalan itu. Setelah itu mengisyaratkan betapa tak menolongnya kalau kami tak menyetujui usul itu. Dan setelah itu mereka mewanti-wanti, kalau tidak bisa dikatakan mengancam. Kalau pelebaran jalan itu tak dilaksanakan, sesuatu yang buruk akan terjadi.

Kami terjepit diantara kepentingan banyak orang. Belum lagi kami sempat bikin rapat untuk melakukan perundingan, pelebaran jalan itu sudah dilaksanakan. Tanpa minta izin lagi, sebuah buldozer muncul dan menggaruk dua meter wilayah RT kami. Warga kami panik, mereka melawan. Tetapi baru hendak buka mulut, tiba-tiba kelewang mendarat di pundaknya. Ia terpaksa dilarikan erumah sakit. Untung saja tidak lewat. Barangkali pembacoknya memang tidak berniat membunuh, hanya kasih peringatan saja.





Saya bingung, akhirnya setelah putar otak, saya beranikan diri mengunjungi direktur pabrik tekstil, majikan warga yang menginginkan jalan pintas itu. Susah sekali, baru setelah mengaku petugas kelurahan, akhirnya saya di terima.

Direktur itu kaget setelah mengetahui saya adalah korban penggusuran. Tetapi ia cepat tersenyum ramah, lalu mengguncang tangan saya. Begitu saya semprot bahwa kami tak sudi di pangkas, dia bingung. Kepalanya geleng-geleng seperti tak percaya. Lalu ia memanggil sekretaris, setelah berunding bisik-bisik, ia kembali memandang saya seperti orang stress.

" Demi Tuhan, saya tidak tahu ini. Saya minta maaf. Saya tidak memperbolehkan siapa saja membuat tindakan-tindakan pribadi atas nama perusahaan. Para karyawan sudah di beri uang transport. Kalau mereka memerlukan jalan pintas, mungkin karena mereka ingin menyelamatkan uang transport itu. Itu diluar tanggung jawab perusahaan. Pelebaran jalan itu bukan inisiatif dan bukan tanggung jawab kami. Saya minta maaf, saya mohon bapak menyampaikan rasa maaf saya kepada seluruh warga," katanya dengan sungguh-sungguh.

Saya mulai marah. Saya tak percaya apa yang dikatakannya. Saya siap untuk meledak. Tetapi ketika dia mengulurkan kepada saya sebuah amplop coklat yang tebal, saya tiba-tiba tak mampu bicara. Apalagi ketika saya baca di atas amplop tertera tulisan 25.000.000. Dua puluh lima juta. Ya Tuhan banyaknya.





Saya tertegun. Saya tak menanyakan lagi isi amplop itu. Untuk apa 25 juta itu. saya hanya menerimanya, lalu menyambut uluran tangannya. Lantas terbirit-birit pulang. Saya ambil jalan belakang sehingga tak seorang warga pun tahu saya barusan datang dari rumah direktur.

Ketika para warga gang Gugus Depan kembali mendatangi saya untuk merembuk tindakan apa selanjutnya, saya memberi wejangan.

" Memang berat kehilangan 2 meter dari milik kita yang sedikit. Tetapi itu jauh lebih baik dari pada kita kehilangan nyawa. Lagipula semua itu untuk kepentingan bersama. Suara terbanyak yang harus menang. Sebagai penganut demokrasi, kita tidak boleh dongkol karena kalah. Itu konsekuensinya mencintai demokrasi. Demi demokrasi, kita harus merelakan 2 meter tanah kita untuk pelebaran jalan yang menunjang pembangunan ini."

Seluruh warga yang saya pimpin tak menjawab. Kalau atas nama demokrasi, mereka relakan segala-galanya. Lalu mereka pulang. tetapi sejak itu, semuanya benci kepada demokrasi.

" Kalau memang demokrasi tidak melindungi kepentingan pribadi, kemi berhenti menyokong demokrasi. Sekarang kami menentang demokrasi," kata mereka serentak.

Yah ... sejak malam itulah, warga RT Gugus Depan yang saya pimpin menolak demokrasi. Hanya saya sendiri, yang tetap berdiri disini. Teguh dan tegar. Tidak goyah oleh topan badai. Tidak gentar oleh panas dan hujan. Saya tetap kukuh berdiri tegak diatas kaki saya, siap mempertahankan demokrasi, sampai titik darah penghabisan.

Habis mau apalagi.
Siapa lagi kalau bukan saya?